PEMBELAJARAN
AKTIF
(ACTIVE
LEARNING)
Oleh : Rohmad Sucipto
1. Pendahuluan
Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 40 Ayat (2) menyatakan bahwa Guru
dan tenaga kependidikan berkewajiban menciptakan suasana
pendidikan yang bermakna,
menyenangkan, kreatif, dinamis
dan dialogis. Demikian pula Peranturan Pemerinah Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 19
Ayat (1) menyatakan bahwa proses pembelajaran
pada satuan pendidikan
diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, memberikan ruang gerak
yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan
fisik serta psikologi siswa.
Kedua perundang-undangan di atas menuntut agar dalam proses
pembelajaran guru dapat menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, dinamis
dan dialogis serta memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif. Hal ini senada
dengan Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2010 tentang percepatan pelaksanaan
prioritas pembangunan nasional tahun 2010 pada prioritas 2 tentang pendidikan
untuk program penguatan metodologi dan kurikulum memiliki sasaran terwujudnya
kurikulum dan metode pembelajaran aktif. Sedangkan paradigma pembelajaran yang
beberapa tahun terakhir dikembangkan tidak hanya pembelajaran aktif, melainkan
pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM).
Oleh sebab itu untuk dapat melaksanakan amanat perundang-undangan
tersebut guru hendaknya mulai mengubah paradigma dari paradigma guru mengajar
menjadi siswa belajar. Dengan kata lain aktivitas guru di dalam kelas lebih
dititik beratkan pada bagaimana guru bisa membelajarkan siswa sehingga para
siswa bisa aktif belajar dan peran guru adalah sebagai fasilitatornya.
Pemerintah menyadari bahwa untuk mengubah paradigma guru mengajar menjadi siswa
belajar tersebut tidaklah mudah. Program penguatan metodolgi pembelajaran yang
dicanangkan Presiden adalah salah satu upaya pemerintah untuk mewujudkan
pelaksanaan metode pembelajaran aktif oleh para guru di samping banyak
kegiatan-kegiatan lainya dalam rangka mewujudkan pembelajaran aktif tersebut.
2. Pembelajaran Aktif
Pembelajaran aktif merupakan
pembelajaran yang lebih berpusat pada siswa
(student centered )
daripada berpusat pada guru (teacher centered). Untuk mengaktifkan siswa,
kata kunci yang
dapat dipegang guru adalah adanya kegiatan yang
dirancang untuk dilakukan siswa baik kegiatan berpikir (minds-on) dan
berbuat (hands-on). Fungsi
dan peran guru
lebih banyak sebagai fasilitator.
Perbedaan pembelajaran yang berpusat pada guru dan berpusat pada siswa adalah sebagai berikut :
Pembelajaran yang
berpusat
pada Guru
|
Pembelajaran yang berpusat
pada siswa
|
· Guru sebagai pengajar
·
Penyampaian materi pelajaran dominan melalui ceramah
·
Guru menentukan apa yang mau diajarkan dan bagaimana
siswa mendapatkan informasi yang mereka pelajari
|
·
Guru sebagai fasilitator dan bukan
penceramah
·
Fokus pembelajaran pada siswa bukan Guru
·
Siswa aktif belajar
·
Siswa mengontrol proses belajar dan menghasilkan
karya sendiri tidak mengutip dari Guru
·
Pembelajaran bersifat interaktif
|
Perbedaan kegiatan
siswa dan Guru
pada kegiatan pembelajaran yang berpusat
pada guru dan pada siswa adalah sebagai berikut :
Kegiatan guru pada strategi mengajar yang berpusat
pada Guru
|
Kegiatan siswa pada strategi mengajar yang berpusat
pada siswa
|
·
Membacakan
·
Menjelaskan
·
Memberikan instruksi
·
Memberikan informasi
·
Berceramah
·
Pengarahan tugas-tugas
·
Membimbing dalam tanya jawab
|
·
Bermain peran
·
Menulis dengan kata-kata
sendiri
·
Belajar kelompok
·
Memecahkan masalah
·
Diskusi/berdebat
·
Mempraktikkan keterampilan
·
Melakukan kegiatan penyelidikan
|
Menurut
Bonwell (1995), pembelajaran aktif memiliki karakteristik-karakteristik sebagai
berikut:
·
Penekanan proses pembelajaran bukan pada
penyampaian informasi oleh pengajar melainkan pada pengembangan ketrampilan
pemikiran analitis dan kritis terhadap topik atau permasalahan yang dibahas,
·
Siswa tidak hanya mendengarkan pelajaran
secara pasif tetapi mengerjakan sesuatu
yang berkaitan dengan materi pelajaran,
·
Penekanan pada eksplorasi nilai-nilai
dan sikap-sikap berkenaan dengan materi pelajaran,
·
Siswa lebih banyak dituntut untuk
berpikir kritis, menganalisa dan melakukan evaluasi,
·
Umpan-balik yang lebih cepat akan
terjadi pada proses pembelajaran.
Menurut
Anderson pada
hakekatnya belajar matematika adalah berpikir dan berbuat atau mengerjakan matematika.
Disinilah makna dari strategi pembelajaran matematika adalah strategi
pembelajaran aktif, yang ditandai oleh dua faktor:
a. Interaksi optimal
antara seluruh komponen dalam proses belajar mengajar, di antaranya antara dua
komponen utama yaitu guru dan siswa. Perhatikan diagram berikut:
Guru Guru Guru Guru
Siswa
Siswa Siswa Siswa
Siswa Siswa Siswa Siswa
Siswa
Siswa Siswa
Interaksi
rendah Interaksi
tinggi
b. Berfungsinya secara
optimal seluruh “sense” yang meliputi
indera, emosi, karsa, karya, dan nalar. Hal itu dapat berlangsung antara
lain jika proses itu melibatkan aspek visual, audio, maupun teks.
Di samping adanya interaksi antara guru dan siswa atau antar siswa
seperti digambar kan di atas, interaksi juga dapat terjadi antara siswa dengan
sumber dan media belajar. Faktor yang
memungkinkan terjadinya interaksi yang terjadi antara guru dan siswa
berkaitan atau bersumber pada bervariasinya berbagai situasi belajar mengajar
yang dikembangkan oleh guru salah satu diantaranya ialah metode yang digunakan
guru. Pengelolaan kelas diperlukan untuk membangkitkan minat belajar siswa dan
meningkatkan keaktifan siswa
belajar, ruang kelas dapat
dibuat menarik , misalnya dengan cara
mengubah tata letak/formasi
meja dan kursi siswa.
3. Pembelajaran Aktif, Kreatif,
Efektif dan Menyenangkan (PAKEM)
PAKEM adalah
singkatan dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Aktif
dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus menciptakan suasana
sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan
gagasan. Kreatif dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang
beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa. Menyenangkan adalah
suasana belajar-mengajar yang menyenangkan sehingga siswa memusatkan
perhatiannya secara penuh pada belajar sehingga waktu curah perhatiannya (“time
on task”) tinggi.
Menurut hasil
penelitian, tingginya waktu curah perhatian terbukti meningkatkan hasil
belajar. Keadaan aktif dan menyenangkan tidaklah cukup jika proses pembelajaran
tidak efektif, yaitu tidak menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa setelah
proses pembelajaran berlangsung, sebab pembelajaran memiliki sejumlah tujuan
pembelajaran yang harus dicapai. Jika pembelajaran hanya aktif dan menyenangkan
tetapi tidak efektif, maka pembelajaran tersebut tak ubahnya seperti bermain
biasa.
Secara
ringkas PAKEM dapat diungkapkan sebagai berikut:
Dari segi
guru
A =
Aktif ,
guru aktif :
• Memantau kegiatan belajar siswa
• Memberi umpan balik
• Mengajukan pertanyaan yang menantang
• Mempertanyakan gagasan siswa
K = Kreatif
, guru :
• Mengembangkan kegiatan yang beragam
• Membuat alat bantu belajar sederhana
E = Efektif
, pembelajaran :
• Mencapai tujuan pembelajaran
M =
Menyenangkan , pembelajaran :
• Tidak membuat anak takut
• takut salah
• takut ditertawakan
• takut dianggap sepele
Dari Segi Siswa
A = Aktif , siswa aktif :
• Bertanya
• Mengemukakan gagasan
• Mempertanyakan gagasan orang lain dan
gagasannya
K = Kreatif , siswa :
• Merancang/membuat sesuatu
• Menulis/mengarang
• Menemukan trik pemecahan masalah baru.
E = Efektif , siswa :
• Menguasai keterampilan yang diperlukan
M = Menyenangkan
pembelajaran membuat siswa :
• Berani mencoba/berbuat
• Berani bertanya
• Berani mengemukakan pendapat
• Berani mempertanyakan gagasan orang lain
PAKEM harus diperlihatkan
dengan berbagai kegiatan yang terjadi selama kegiatan pembelajaran. Pada saat yang sama, gambaran
tersebut menunjukkan kemampuan yang perlu dikuasai guru untuk menciptakan
keadaan tersebut. Berikut adalah tabel beberapa contoh kegiatan kegiatan pembelajaran dan kemampuan
guru yang besesuaian.
Kemampuan Guru
|
Kegiatan Pembelajaran
|
Guru merancang dan mengelola kegiatan pembelajaran yang
mendorong siswa untuk berperan aktif dalam pembelajaran
|
Guru melaksanakan pembelajaran dalam
kegiatan yang beragam, misalnya:
·
Percobaan
·
Diskusi kelompok
·
Memecahkan masalah
·
Mencari informasi
·
Menulis laporan/cerita/puisi
·
Berkunjung keluar kelas
|
Guru menggunakan alat bantu dan
sumber yang beragam.
|
Sesuai mata pelajaran, guru
menggunakan, misalnya:
·
Alat yang tersedia atau yang dibuat
sendiri
·
Gambar
·
Studi kasus
·
Nara sumber
·
Lingkungan
|
Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk
mengembangkan keterampilan
|
Siswa:
·
Melakukan percobaan, pengamatan, atau
wawancara
·
Mengumpulkan data/jawaban dan
mengolahnya sendiri
·
Menarik kesimpulan
·
Memecahkan masalah, mencari rumus
sendiri.
·
Menulis laporan hasil karya lain
dengan kata-kata sendiri.
|
Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk
mengungkapkan gagasannya sendiri secara lisan atau tulisan
|
Melalui:
·
Diskusi
·
Lebih banyak pertanyaan terbuka
·
Hasil karya yang merupakan anak
sendiri
|
Guru menyesuaikan bahan dan kegiatan belajar dengan
kemampuan siswa
|
• Siswa dikelompokkan sesuai dengan
kemampuan (untuk kegiatan tertentu)
• Bahan pelajaran disesuaikan dengan
kemampuan kelompok tersebut.
• Siswa diberi tugas perbaikan atau
pengayaan.
|
Guru
mengaitkan KBM dengan pengalaman siswa sehari-hari.
|
· Siswa
menceritakan atau memanfaatkan pengalamannya sendiri.
· Siswa
menceritakan atau memanfaatkan pengalamannya sendiri.
· Siswa
menerapkan hal yang dipelajari dalam kegiatan
sehari-hari Siswa menerapkan hal yang dipelajari dalam kegiatan
sehari-hari Siswa menceritakan atau memanfaatkan
pengalamannya sendiri.
· Siswa
menceritakan atau memanfaatkan pengalamannya sendiri.
· Siswa
menerapkan hal yang dipelajari dalam kegiatan
sehari-hari S iswa
menerapkan hal yang dipelajari dalam kegiatan sehari-hari Siswa menceritakan
atau memanfaatkan pengalamannya sendiri.
· Siswa menerapkan hal yang dipelajari
dalam kegiatan sehari-hari Siswa menceritakan atau memanfaatkan
pengalamannya sendiri.
· Siswa menerapkan hal yang dipelajari
dalam kegiatan sehari-hari
|
Menilai KBM dan kemajuan belajar siswa secara
terus-menerus
|
·
Guru memantau kerja siswa.
·
Guru memberikan umpan balik.
|
4. Beberapa Metode dan Model dalam
Pembelajaran Aktif Mata Pelajaran matematika
a.
Diskusi
Ada diskusi kelas yang
dipimpin oleh guru atau salah seorang siswa; ada diskusi kelompok pasangan (dua
anggota), diskusi kelompok (3-6 orang) dan ada diskusi dinamika kelompok yaitu,
mulai dari 2 orang, kemudian setiap 2 kelompok dari 2 orang tadi, bergabung
menjadi 4 orang, kemudian setiap 2 kelompok dari 4 orang itu bergabung lagi
menjadi 8 orang. Pada setiap diskusi hendaknya diakhiri dengan pelaporan hasil
diskusi dalam sidang pleno.
Metode diskusi perlu
dikembangkan sebagai salah satu bentuk kegiatan yang menunjang pada
keterampilan hidup (life skill) yang
berkaitan dengan kemampuan umum yang harus dimiliki setiap warga masyarakat,
karena life skill di SD memang lebih terfokus pada pengembangan kemampuan siswa
untuk bersosialisasi, berinteraksi sosial dan keterampilan-keterampilan hidup
lainnya dalammasyarakat.
b.
Penemuan Terbimbing
Dalam menggunakan metode penemuan terbimbing, peranan guru adalah:
menyatakan persoalan, kemudian membimbing siswa untuk menemukan penyelesaian
dari persoalan itu dengan perintah-perintah atau dengan lembar kerja. Siswa
mengikuti pertunjuk dan menemukan sendiri penyelesaiannya.
Penemuan terbimbing biasanya dilakukan dengan bahan yang
dikembangkan pembelajarannya secara induktif. Guru harus yakin benar bahwa
bahan “yang ditemukan” sungguh secara matematis dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya. Seringkali peranan guru dalam penemuan terbimbing diungkapkan
dalam lembar kerja penemuan terbimbing. Lembar kerja ini biasanya digunakan
dalam memberikan bimbingan kepada siswa menemukan konsep atau terutama prinsip
(rumus, sifat). Penyusunan lembar kerja jenis ini biasanya diawali dari guru
menyiapkan secara lengkap tahap demi tahap dalam menjelaskan adanya suatu sifat
atau prinsip atau rumus. Penjelasan ini dituang dalam suatu tulisan secara
lengkap. Kemudian dipikirkan, jika penjelasan itu dilakukan di kelas, dan
dilakukan dengan tanya jawab, dicatat di bagian manakah yang kiranya perlu
digunakan sebagai bahan tanya jawab. Bagian yang ditanyakan ini dapat berupa
pendapat siswa tentang bahan yang lalu yang perlu digunakan dalam pengembangan
konsep, atau pendapat siswa tentang tahapan yang perlu dipertimbangkan dalam
melangkah, atau isian yang berupa bilangan atau kata kunci dalam menuju tujuan
penemuan tersebut. Bagian-bagian yang perlu ditanyakan tadilah yang perlu
dihapus dari catatan penjelasan lengkap, dan dalam lembar kerja diungkapkan
dalam bentuk tempat kosong atau titik-titik yang harus diisi oleh siswa.
Seberapa banyak dan seberapa dalam tingkat pemikiran yang harus
digunakan untuk isian atau jawaban siswa, tergantung dari keadaan kelas secara
umum atau tergantung dari tingkat kemampuan siswa yang akan mengerjakannya.
Jika siswanya siswanya berkemampuan tinggi, pertanyaannya juga berbobot untuk
memberikan rangsangan yang masih terjangkau siswa dan tidak sangat mudah bagi
mereka. Jika siswanya berkemampuankurang, pertanyan atau tempat kosong yang
harus diisi siswa cenderung pada hal-hal yang memerlukan tingkat pemikiran
tidak terlalu tinggi.
Dengan
demikian maka kemungkinannya adalah:
• Jika lembar kerjanya
digunakan secara klasikal, LK iti disususn dengan pertanyaan atau tugas isian
yang bervariasi, tidak terlalu tinggi, dan tidak terlalu rendah, namun
kiranyadapat dikerjakan oleh sebagian besar siswa.
• Untuk sebuah kelas dapat
disusun misalnya tiga jenis tingkat kesukaran LK dengan muatan yang bertujuan
sama di titik akhirnya. Perbedaannya adalah terutama pada tingkat dan banyaknya
isian atau jawaban yang dituntut atas pertanyaannya. Setiap kelompok siswa
mengerjakan LK yang berbeda sesuai
tingkat kemampuan masing-masing. Diharapkan dengan lebih dari satu macam LK ini
siswa terlayani sesuai kebutuhannya masing-masing, tetapi lingkup materinya
tidak berbeda.
c.
Pemecahan Masalah
Sebagian besar ahli Pendidikan Matematika menyatakan bahwa masalah
merupakan pertanyaan yang harus dijawab atau direspon. Mereka menyatakan juga
bahwa tidak semua pertanyaan otomatis akan menjadi masalah. Suatu pertanyaan
akan menjadi masalah hanya jika pertanyaan itu menunjukkan adanya suatu
tantangan yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin yang sudah
diketahui si pelaku.
Pada saat memecahkan masalah, ada beberapa cara atau langkah yang sering digunakan. Cara yang sering
digunakan orang dan sering berhasil pada proses pemecahan masalah inilah yang
disebut dengan Strategi pemecahan masalah. Setiap manusia akan menemui masalah.
Karenanya, strategi ini akan sangat bermanfaat jika dipelajari para siswa agar
dapat digunakan dalam kehidupan nyata mereka. Beberapa strategi yang sering
digunakan dalam pemecahan masalah :
1)
Membuat diagram.
Strategi ini berkait dengan pembuatan
sket atau gambar corat-coret mempermudah memahami masalahnya dan mempermudah
mendapatkan gambaran umum penyalesainnya.
2)
Mencobakan pada soal
yang lebih sederhana.
Strategi ini berkait dengan
penggunaan contoh khusus tertentu pada masalah tersebut agar lebih mudah
dipelajari, sehingga gambaran umum penyelesaian yang sebenarnya dapat ditemukan.
3)
Membuat tabel.
Strategi ini digunakan untuk
membantu menganalisis permasalahan atau jalan pikiran kita, sehingga segala
sesuatunya tidak dibayangkan hanya oleh otak yang kemampuannya sangat terbatas.
4)
Menemukan pola.
Strategi ini berkait dengan pencarian keteraturan-keteraturan.
Keteraturan tersebut akan memudahkan
kita menemukan penyelesainnya.
5)
Memecah tujuan.
Strategi ini berkait dengan
pemecahan tujuan umum yang hendak kita capai menjadi satu atau beberapa tujuan
bagian. Tujuan bagian ini dapat digunakan sebagai batu loncatan untuk mencapai
tujuan yang sesungguhnya.
6)
Memperhitungkan setiap
kemungkinan.
Strategi ini berkait dengan
penggunaan aturan-aturan yang dibuat sendiri oleh si pelaku selama proses pemecahan masalah sehingga tidak
akan ada satupun alternatif yang terabaikan.
7)
Berpikir logis.
Strategi ini berkaitan
dengan penggunaan penalaran maupun penarikan kesimpulan yang sah atau valid
dari berbagai informasi atau data yang ada.
8) Bergerak dari belakang.
Dengan strategi ini, kita mulai dengan menganalisis bagaimana cara
mendapatkan tujuan yang hendak dicapai.
Dengan strategi ini, kita bergerak dari yang diinginkan lalu menyesuaikannya
dengan yang diketahui.
9) Mengabaikan hal yang tidak mungkin.
Dari berbagai alternatif yang ada, alternatif yang sudah
jelas-jelas tidak mungkin agar dicoret/diabaikan sehingga perhatian dapat
tercurah sepenuhnya untuk hal-hal yang tersisa dan masih mungkin saja.
10) Mencoba-coba.
Strategi
ini biasanya digunakan untuk mendapatkan gambaran umum pemecahan masalahnya
dengan mencoba-coba dari yang diketahui.
d.
Pembelajaran Kooperatif
Pada pembelajaran matematika di kelas, belajar matematika dengan
kerja kelompok adalah kelompok kerja yang kooperatif lebih dari kompetitif,
meskipun pada suatu keadaan khusus hal tersebut dapat terjadi. Pada kegiatan
ini sekelompok siswa belajar dengan porsi utama adalah mendiskusikan
tugas-tugas matematika yang diberikan gurunya, saling membantu menyelesaikan tugas
atau memecahkan masalah. Kegiatan kelompok kooperatif terkait dengan banyak
pendekatan atau metode, seperti eksperimen, investigasi, eksplorasi, dan
pemecahan masalah.
Davidson (1985) mencatat bahwa sejak tahun 1960-an, berbagai jenis
belajar berkelompok telah banyak dikembangkan untuk berbagai jenis tugas atau
pembelajaran matematika. Slavin (1991) menyatakan bahwa dalam belajar
kooperatif, siswa bekerja dalam kelompok saling membantu untuk menguasai bahan
ajar. Lowe (1989) menyatakan bahwa belajar kooperatif secara nyata semakin
meningkatkan pengembangan sikap sosial dan belajar dari teman sekelompoknya
dalam berbagai sikap positif. Keduanya memberikan gambaran bahwa belajar
kooperatif meningkatkan kepositipan sikap sosial dan kemampuan kognitif sesuai
tujuan pendidikan.
Meskipun dalam praktiknya sering dikeluhkan sebagai suatu kegiatan
yang sulit dilaksanakan karena berbagai sebab, namun banyak penelitian yang
mendorong terselenggaranya kegiatan belajar secara berkelompok ini. Keuntungan
yang ditunjukkan para peneliti adalah keuntungan baik yang menyangkut sikap
sosial yang positif maupun meningkatnya hasil belajar.
Jenis-jenis Kerja Kelompok
diantaranya adalah :
1) Circle
of Learning (Learning together, belajar bersama; Johnson and Johnson, 1987).
Implementasinya sangat umum. Yang dipentingkan kerja bersama,
lebih dari sekedar beberapa orang berkumpul bersama. Banyak anggotanya 5 – 6
orang dengan kemampuan akademik yang bervariasi (mixed abilities group). Mereka
sharing pendapat dan saling membantu dengan kewajiban setiap anggota sungguh
memahami jawaban atau penyelesaian tugas yang diberikan kepada kelompok
tersebut.
2) Grup Penyelidikan (Group Investigation: Lazarowitz dkk, 1988; Sharan
dkk., 1989).
Model ini menyiapkan siswa
dengan lingkup studi yang luas dan berbagai pengalaman belajar untuk memberikan
tekanan pada aktifitas positif para siswa. Ada empat karakteristik pada model ini.
Pertama, klas dibagi ke dalam sejumlah kelompok (grup). Kedua, kelompok siswa
dihadapkan pada topik dengan berbagai aspek untuk meningkatkan daya kuriositas
(keingintahuan) dan saling ketergantungan yang positif di antara mereka.
Ketiga, di dalam kelompoknya siswa terlibat dalam komunikasi aktif untuk
meningkatkan keterampilan cara belajar. Keempat, guru bertinak selaku sumber
belajar dan pimpinan tak langsung, memberikan arah dan klarifikasi hanya jika
diperlukan, dan menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
Siswa terlibat dalam setiap tahap kegiatan: (a) mengidentifikasi topic dan mengorgani-sasi siswa dalam “kelompok peneliti”, (b) merencanakan tugas-tugas yang
harus dipelajari, (c) melaksanakan investigasi, (d) menyiapkan laporan, (e)
menyampaikan laporan akhir, dan (f) evaluasi proses dan hasilnya.
3) Co-op
co-op (Kagan, 1985.a)
Seperti halnya grup penyelidikan, Co-op co-op berorientasi pada
tugas pembelajaran yang “multifaset”, kompleks dan siswa mengendalikan apa dan
bagaimana mempelajari bahan yang ditugaskan kepada mereka. Siswa dalam suatu
tim (kelompok) menyusun proyek yang dapat membantu tim lain. Setiap siswa
mempunyai topik mini yang harus diselesaikan, dan setiap tim memberikan
kontribusi yang menunjang tercapainya tujuan kelas. Struktur ini memerlukan
cara dan keterampilan bernalar yang cukup tinggi, termasuk menganalisis dan
melakukan sintesis bahan yang dipelajari.
Langkahnya adalah: diskusi klas seluruh siswa, seleksi atau
penyusunan tim siswa untuk mempelajari atau menyelesaiakan tugas tertentu,
seleksi tim – topik, seleksi topik mini (oleh anggota kelompok di dalam
kelompok/timnya oleh mereka sendiri), penyiapan topik mini, presentasi topik
mini, persiapan presentasi tim, presentasi tim, dan kemudian evaluasi oleh
siswa dengan bimbingan guru.
4) Jigsaw (pertama kali oleh
Aronson dkk., 1978).
Pada
model ini, kelas dibagi menjadi beberapa kelompok dengan 4 – 6 orang. Setiap
kelompok oleh Aronson dinamai kelompok Jigsaw (gigi gergaji). Pelajaran dibagi
dalam beberapa bagian/seksi sehingga setiap siswa mempelajari salah satu bagian
pelajaran tersebut. Semua siswa dengan bagian pelajaran yang sama belajar
bersama dalam sebuah kelompok, dan dikenal sebagai “counterpart group” (CG).
Dalam setiap CG siswa berdiskusi dan mengklarifikasi bahan pelajaran dan
menyusun sebuah rencana bagaiama cara mereka mengajar kepada teman mereka dari
kelompok lain Jika sudah siap, siswa kembali ke kelompok Jigsaw mereka, dan
mengajarkan bagian yang dipelajari masing-masing kepada temannya dalam kelompok
Jigsaw tersebut. Hal ini memberikan kemungkinan siswa terlibat aktif dalam
diskusi dan saling komunikasi baik di dalam grup Jigsaw maupun CG. Keterampilan
bekerja dan belajar secara kooperatif dipelajari langsung di dalam kegiatan
pada kedua jenis pengelompokan. Siswa juga diberikan motivasi untuks elalu
mengevaluasi proses pembelajaran mereka.
Ada
beberapa variasi dalam jenis Jigsaw ini. Jigsaw Aronson dikenal sebagai Jigsaw
I, sedangkan berikutnya dikembangkan antara lain oleh Slawin (1980, Jigsaw II)
dan Kagan, 1985, Jigsaw III. Jigsaw juga menekankan segi kompotisi antar grup.
Dengan demikian baik kooperatif maupun persaingan individual tetap muncul.
Jigsaw III utamanya digunakan dalam klas dengan dua bahasa (bilingual
classroom).
5) Numbered Heads Together
(NHT, Kagan 1985. b)
NHT
merupakan kegiatan belajar kooperatif dengan empat tahap kegiatan. Pertama,
siswa dikelompokkan menjadi kelompok @ 4 orang, setiap anggota diberi satu
nomor 1, 2, 3, dan 4. Kedua, guru menyampaikan pertanyaan. Ketiga,
Guru memberitahu siswa untuk “meletakkan kepala mereka bersama”, untuk
meyakinkan bahwa setiap anggota tim memahami jawaban tim. Keempat, guru menyebut nomor (1, 2, 3, atau 4), dan siswa dengan
nomor yang bersangkutanlah yang harus menjawab.
Setiap
tim terdiri dari siswa yang berkemampuan bervariasi: satu berkemampuan tingi, dua
sedang dan satu rendah. Di sini ketergantungan positif juga dikembangkan, dan
yang kurang terbantu oleh yang lebih. Yang berkemampuan tinggi bersedia
membantu, meskipun mungkin mereka tidak dipanggil untuk menjawab. Bantuan yang
diberikan dengan motivasi tanggung jawab atau nama baik kelompok. Yang paling
lemah diharapkan sangat antusias dalam memahami permasalahan dan jawabannya
kartena merek merasa merekalah yang akan ditunjuk guru untuk menjawab.
6) Student Teams-Achievement
Division *STAD, Slavin, 1980)
Bagian
esensial dari model ini dalah adanya kerjasama anggota kelompok dan kompetisi
antar kelompok. Siswa bekerja di kelompok untuk belajar dari temannya serta
“mengajar” temannya.
7) Team
Assisted-Individualization atau Team Accelarated Instruction (TAI)
Slavin
(1985) membuat model ini dengan beberapa alasan. Pertama model ini
mengkombinasikan keampuhan kooperatif dan program pengajaran individual. Kedua,
model ini memberikan tekanan pada efek sosial dari belajar kooperatif. Ketiga, TAI disusun untuk memecahkan masalah
dalam program pengajaran, misalnya dalam hal kesulitan belajar siswa secara
individual.
Model
ini juga merupakan modelkelompok berkemampuan heterogen. Setiap siswa belajar
pada aspek khusus pembelajaran secara individual. Anggota tim menggunakan
lembar jawab yang digunakan untuks saling memeriksa jawaban teman se-tim, dan
semua bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban pada akhir kegiatan sebagai
tanggung jawab ebrsama. Diskusi terjadi pada saat siswa saling mempertanyakan
jawaban yang dikerjakan teman se-tim-nya.
8) Teams Games-Tournament (TGT, De Vries dan
Slavin, 1978).
TGT
menekankan adanya komperisi. Kegiatannya seperti STAD, tetapi kompetisi dilakukan
dengan cara membandingkan kemampuan antar anggota tim dalam suatu bentuk
“turnamen”
5. Kesimpulan
Sesuai tuntutan perundang-undangan yang berlaku dan
profesionalitas guru, maka dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan mutu
lulusan agar memiliki kompetensi yang tinggi sehingga mampu bersaing di tingkat
global, maka para guru perlu mengubah paradigma guru mengajar menjadi siswa
belajar dengan penerapan pembelajaran aktif atau PAKEM. Dengan demikian
diharapkan para lulusan dikemudian hari akan lebih kritis, kreatif, dan
mempunyai kemampuan life skill yang tinggi.