Pendidikan
sebagai Investasi Jangka Panjang
Profesor
Toshiko Kinosita mengemukakan bahwa sumber daya manusia Indonesia masih sangat
lemah untuk mendukung perkembangan industri dan ekonomi. Penyebabnya karena
pemerintah selama ini tidak pernah menempatkan pendidikan sebagai prioritas
terpenting. Tidak ditempatkannya pendidikan sebagai prioritas terpenting karena
masyarakat Indonesia, mulai dari yang awam hingga politisi dan pejabat
pemerintah, hanya berorientasi mengejar uang untuk memperkaya diri sendiri dan
tidak pernah berfikir panjang (Kompas, 24 Mei 2002).
Pendapat
Guru Besar Universitas Waseda Jepang tersebut sangat menarik untuk dikaji
mengingat saat ini pemerintah Indonesia mulai melirik pendidikan sebagai
investasi jangka panjang, setelah selama ini pendidikan terabaikan. Salah satu
indikatornya adalah telah disetujuinya oleh MPR untuk memprioritaskan anggaran
pendidikan minimal 20 % dari APBN atau APBD. Langkah ini merupakan awal
kesadaran pentingnya pendidikan sebagai investasi jangka pangjang. Sedikitnya
terdapat tiga alasan untuk memprioritaskan pendidikan sebagai investasi jangka
panjang.
Pertama,
pendidikan adalah alat untuk perkembangan ekonomi dan bukan sekedar pertumbuhan
ekonomi. Pada praksis manajemen pendidikan modern, salah satu dari lima fungsi
pendidikan adalah fungsi teknis-ekonomis baik pada tataran individual hingga
tataran global. Fungsi teknis-ekonomis merujuk pada kontribusi pendidikan untuk
perkembangan ekonomi. Misalnya pendidikan dapat membantu siswa untuk
mendapatkan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk hidup dan
berkompetisi dalam ekonomi yang kompetitif.
Secara
umum terbukti bahwa semakin berpendidikan seseorang maka tingkat pendapatannya
semakin baik. Hal ini dimungkinkan karena orang yang berpendidikan lebih
produktif bila dibandingkan dengan yang tidak berpendidikan. Produktivitas
seseorang tersebut dikarenakan dimilikinya keterampilan teknis yang diperoleh
dari pendidikan. Oleh karena itu salah satu tujuan yang harus dicapai oleh
pendidikan adalah mengembangkan keterampilan hidup. Inilah sebenarnya arah
kurikulum berbasis kompetensi, pendidikan life skill dan broad based education
yang dikembangkan di Indonesia akhir-akhir ini. Di Amerika Serikat (1992)
seseorang yang berpendidikan doktor penghasilan rata-rata per tahun sebesar 55
juta dollar, master 40 juta dollar, dan sarjana 33 juta dollar. Sementara itu
lulusan pendidikan lanjutan hanya berpanghasilan rata-rata 19 juta dollar per
tahun. Pada tahun yang sama struktur ini juga terjadi di Indonesia. Misalnya
rata-rata, antara pedesaan dan perkotaan, pendapatan per tahun lulusan
universitas 3,5 juta rupiah, akademi 3 juta rupiah, SLTA 1,9 juta rupiah, dan
SD hanya 1,1 juta rupiah.
Para
penganut teori human capital berpendapat bahwa pendidikan adalah sebagai
investasi sumber daya manusia yang memberi manfaat moneter ataupun non-moneter.
Manfaat non-meneter dari pendidikan adalah diperolehnya kondisi kerja yang
lebih baik, kepuasan kerja, efisiensi konsumsi, kepuasan menikmati masa pensiun
dan manfaat hidup yang lebih lama karena peningkatan gizi dan kesehatan.
Manfaat moneter adalah manfaat ekonomis yaitu berupa tambahan pendapatan
seseorang yang telah menyelesaikan tingkat pendidikan tertentu dibandingkan
dengan pendapatan lulusan pendidikan dibawahnya. (Walter W. McMahon dan Terry
G. Geske, Financing Education: Overcoming Inefficiency and Inequity, USA:
University of Illionis, 1982, h.121).
Sumber
daya manusia yang berpendidikan akan menjadi modal utama pembangunan nasional,
terutama untuk perkembangan ekonomi. Semakin banyak orang yang berpendidikan
maka semakin mudah bagi suatu negara untuk membangun bangsanya. Hal ini
dikarenakan telah dikuasainya keterampilan, ilmu pengetahuan dan teknologi oleh
sumber daya manusianya sehingga pemerintah lebih mudah dalam menggerakkan
pembangunan nasional.
Nilai
Balik
Pendidikan
Kedua, investasi pendidikan memberikan nilai balik (rate of return) yang lebih tinggi dari pada investasi fisik di bidang lain. Nilai balik pendidikan adalah perbandingan antara total biaya yang dikeluarkan untuk membiayai pendidikan dengan total pendapatan yang akan diperoleh setelah seseorang lulus dan memasuki dunia kerja. Di negara-negara sedang berkembang umumnya menunjukkan nilai balik terhadap investasi pendidikan relatif lebih tinggi dari pada investasi modal fisik yaitu 20 % dibanding 15 %. Sementara itu di negara-negara maju nilai balik investasi pendidikan lebih rendah dibanding investasi modal fisik yaitu 9 % dibanding 13 %. Keadaan ini dapat dijelaskan bahwa dengan jumlah tenaga kerja terdidik yang terampil dan ahli di negara berkembang relatif lebih terbatas jumlahnya dibandingkan dengan kebutuhan sehingga tingkat upah lebih tinggi dan akan menyebabkan nilai balik terhadap pendidikan juga tinggi (Ace Suryadi, Pendidikan, Investasi SDM dan Pembangunan: Isu, Teori dan Aplikasi. Balai Pustaka: Jakarta, 1999, h.247).
Kedua, investasi pendidikan memberikan nilai balik (rate of return) yang lebih tinggi dari pada investasi fisik di bidang lain. Nilai balik pendidikan adalah perbandingan antara total biaya yang dikeluarkan untuk membiayai pendidikan dengan total pendapatan yang akan diperoleh setelah seseorang lulus dan memasuki dunia kerja. Di negara-negara sedang berkembang umumnya menunjukkan nilai balik terhadap investasi pendidikan relatif lebih tinggi dari pada investasi modal fisik yaitu 20 % dibanding 15 %. Sementara itu di negara-negara maju nilai balik investasi pendidikan lebih rendah dibanding investasi modal fisik yaitu 9 % dibanding 13 %. Keadaan ini dapat dijelaskan bahwa dengan jumlah tenaga kerja terdidik yang terampil dan ahli di negara berkembang relatif lebih terbatas jumlahnya dibandingkan dengan kebutuhan sehingga tingkat upah lebih tinggi dan akan menyebabkan nilai balik terhadap pendidikan juga tinggi (Ace Suryadi, Pendidikan, Investasi SDM dan Pembangunan: Isu, Teori dan Aplikasi. Balai Pustaka: Jakarta, 1999, h.247).
Pilihan
investasi pendidikan juga harus mempertimbangkan tingkatan pendidikan. Di Asia
nilai balik sosial pendidikan dasar rata-rata sebesar 27 %, pendidikan menengah
15 %, dan pendidikan tinggi 13 %. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa
semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka manfaat sosialnya semakin
kecil. Jelas sekali bahwa pendidikan dasar memberikan manfaat sosial yang
paling besar diantara tingkat pendidikan lainnya. Melihat kenyataan ini maka
struktur alokasi pembiayaan pendidikan harus direformasi. Pada tahun 1995/1996
misalnya, alokasi biaya pendidikan dari pemerintah Indonesia untuk Sekolah
Dasar Negeri per siswa paling kecil yaitu rata-rata hanya sekirat 18.000 rupiah
per bulan, sementara itu biaya pendidikan per siswa di Perguruan Tinggi Negeri
mendapat alokasi sebesar 66.000 rupiah per bulan. Dirjen Dikti, Satrio Sumantri
Brojonegoro suatu ketika mengemukakan bahwa alokasi dana untuk pendidikan
tinggi negeri 25 kali lipat dari pendidikan dasar. Hal ini menunjukkan bahwa
biaya pendidikan yang lebih banyak dialokasikan pada pendidikan tinggi justru
terjadi inefisiensi karena hanya menguntungkan individu dan kurang memberikan
manfaat kepada masyarakat.
Reformasi
alokasi biaya pendidikan ini penting dilakukan mengingat beberapa kajian yang
menunjukkan bahwa mayoritas yang menikmati pendidikan di PTN adalah berasal
dari masyarakat mampu. Maka model pembiayaan pendidikan selain didasarkan pada
jenjang pendidikan (dasar vs tinggi) juga didasarkan pada kekuatan ekonomi
siswa (miskin vs kaya). Artinya siswa di PTN yang berasal dari keluarga kaya
harus dikenakan biaya pendidikan yang lebih mahal dari pada yang berasal dari
keluarga miskin. Model yang ditawarkan ini sesuai dengan kritetia equity dalam
pembiayaan pendidikan seperti yang digariskan Unesco.
Itulah
sebabnya Profesor Kinosita menyarankan bahwa yang diperlukan di Indonesia
adalah pendidikan dasar dan bukan pendidikan yang canggih. Proses pendidikan
pada pendidikan dasar setidaknnya bertumpu pada empat pilar yaitu learning to
know, learning to do, leraning to be dan learning live together yang dapat
dicapai melalui delapan kompetensi dasar yaitu membaca, menulis, mendengar,
menutur, menghitung, meneliti, menghafal dan menghayal. Anggaran pendidikan
nasional seharusnya diprioritaskan untuk mengentaskan pendidikan dasar 9 tahun
dan bila perlu diperluas menjadi 12 tahun. Selain itu pendidikan dasar
seharusnya “benar-benar” dibebaskan dari segala beban biaya. Dikatakan
“benar-benar” karena selama ini wajib belajar 9 tahun yang dicanangkan
pemerintah tidaklah gratis. Apabila semua anak usia pendidikan dasar sudah
terlayani mendapatkan pendidikan tanpa dipungut biaya, barulah anggaran
pendidikan dialokasikan untuk pendidikan tingkat selanjutnya.
Fungsi
Non
Ekonomi
Ketiga, investasi dalam bidang pendidikan memiliki banyak fungsi selain fungsi teknis-ekonomis yaitu fungsi sosial-kemanusiaan, fungsi politis, fungsi budaya, dan fungsi kependidikan. Fungsi sosial-kemanusiaan merujuk pada kontribusi pendidikan terhadap perkembangan manusia dan hubungan sosial pada berbagai tingkat sosial yang berbeda. Misalnya pada tingkat individual pendidikan membantu siswa untuk mengembangkan dirinya secara psikologis, sosial, fisik dan membantu siswa mengembangkan potensinya semaksimal mungkin (Yin Cheong Cheng, School Effectiveness and School-Based Management: A Mechanism for Development, Washington D.C: The Palmer Press, 1996, h.7).
Ketiga, investasi dalam bidang pendidikan memiliki banyak fungsi selain fungsi teknis-ekonomis yaitu fungsi sosial-kemanusiaan, fungsi politis, fungsi budaya, dan fungsi kependidikan. Fungsi sosial-kemanusiaan merujuk pada kontribusi pendidikan terhadap perkembangan manusia dan hubungan sosial pada berbagai tingkat sosial yang berbeda. Misalnya pada tingkat individual pendidikan membantu siswa untuk mengembangkan dirinya secara psikologis, sosial, fisik dan membantu siswa mengembangkan potensinya semaksimal mungkin (Yin Cheong Cheng, School Effectiveness and School-Based Management: A Mechanism for Development, Washington D.C: The Palmer Press, 1996, h.7).
Fungsi
politis merujuk pada sumbangan pendidikan terhadap perkembangan politik pada
tingkatan sosial yang berbeda. Misalnya pada tingkat individual, pendidikan
membantu siswa untuk mengembangkan sikap dan keterampilan kewarganegaraan yang
positif untuk melatih warganegara yang benar dan bertanggung jawab. Orang yang
berpendidikan diharapkan lebih mengerti hak dan kewajibannya sehingga wawasan
dan perilakunya semakin demoktratis. Selain itu orang yang berpendidikan
diharapkan memiliki kesadaran dan tanggung jawab terhadap bangsa dan negara
lebih baik dibandingkan dengan yang kurang berpendidikan.
Fungsi
budaya merujuk pada sumbangan pendidikan pada peralihan dan perkembangan budaya
pada tingkatan sosial yang berbeda. Pada tingkat individual, pendidikan
membantu siswa untuk mengembangkan kreativitasnya, kesadaran estetis serta
untuk bersosialisasi dengan norma-norma, nilai-nilai dan keyakinan sosial yang
baik. Orang yang berpendidikan diharapkan lebih mampu menghargai atau
menghormati perbedaan dan pluralitas budaya sehingga memiliki sikap yang lebih
terbuka terhadap keanekaragaman budaya. Dengan demikian semakin banyak orang
yang berpendidikan diharapkan akan lebih mudah terjadinya akulturasi budaya
yang selanjutnya akan terjadi integrasi budaya nasional atau regional.
Fungsi
kependidikan merujuk pada sumbangan pendidikan terhadap perkembangan dan
pemeliharaan pendidikan pada tingkat sosial yang berbeda. Pada tingkat
individual pendidikan membantu siswa belajar cara belajar dan membantu guru
cara mengajar. Orang yang berpendidikan diharapkan memiliki kesadaran untuk
belajar sepanjang hayat (life long learning), selalu merasa ketinggalan
informasi, ilmu pengetahuan serta teknologi sehingga terus terdorong untuk maju
dan terus belajar.
Di
kalangan masyarakat luas juga berlaku pendapat umum bahwa semakin berpendidikan
maka makin baik status sosial seseorang dan penghormatan masyarakat terhadap
orang yang berpendidikan lebih baik dari pada yang kurang berpendidikan. Orang
yang berpendidikan diharapkan bisa menggunakan pemikiran-pemikirannya yang
berorientasi pada kepentingan jangka panjang. Orang yang berpendidikan
diharapkan tidak memiliki kecenderungan orientasi materi/uang apalagi untuk
memperkaya diri sendiri.
Kesimpulan
Jelaslah bahwa investasi dalam bidang pendidikan tidak semata-mata untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi tetapi lebih luas lagi yaitu perkembangan ekonomi. Selama orde baru kita selalu bangga dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, namun pertumbuhan ekonomi yang tinggi itu hancur lebur karena tidak didukung oleh adanya sumber daya manusia yang berpendidikan. Orde baru banyak melahirkan orang kaya yang tidak memiliki kejujuran dan keadilan, tetapi lebih banyak lagi melahirkan orang miskin. Akhirnya pertumbuhan ekonomi hanya dinikmati sebagian orang dan dengan tingkat ketergantungan yang amat besar.
Jelaslah bahwa investasi dalam bidang pendidikan tidak semata-mata untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi tetapi lebih luas lagi yaitu perkembangan ekonomi. Selama orde baru kita selalu bangga dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, namun pertumbuhan ekonomi yang tinggi itu hancur lebur karena tidak didukung oleh adanya sumber daya manusia yang berpendidikan. Orde baru banyak melahirkan orang kaya yang tidak memiliki kejujuran dan keadilan, tetapi lebih banyak lagi melahirkan orang miskin. Akhirnya pertumbuhan ekonomi hanya dinikmati sebagian orang dan dengan tingkat ketergantungan yang amat besar.
Perkembangan
ekonomi akan tercapai apabila sumber daya manusianya memiliki etika, moral,
rasa tanggung jawab, rasa keadilan, jujur, serta menyadari hak dan kewajiban
yang kesemuanya itu merupakan indikator hasil pendidikan yang baik. Inilah
saatnya bagi negeri ini untuk merenungkan bagaimana merencanakan sebuah sistem
pendidikan yang baik untuk mendukung perkembangan ekonomi. Selain itu
pendidikan juga sebagai alat pemersatu bangsa yang saat ini sedang diancam
perpecahan. Melalui fungsi-fungsi pendidikan di atas yaitu fungsi
sosial-kemanusiaan, fungsi politis, fungsi budaya, dan fungsi kependidikan maka
negeri ini dapat disatukan kembali. Dari paparan di atas tampak bahwa
pendidikan adalah wahana yang amat penting dan strategis untuk perkembangan
ekonomi dan integrasi bangsa. Singkatnya pendidikan adalah sebagai investasi
jangka panjang yang harus menjadi pilihan utama.
Bila
demikian, ke arah mana pendidikan negeri ini harus dibawa? Bagaimana
merencanakan sebuah sistem pendidikan yang baik? Marilah kita renungkan
bersama.
Pendidikan akan lebih maju jika terdapat kerjasama dan proses yang baik antara guru dan murid. alangkah lebih baiknya jika dimulai dengan merancang pendidikan yg lebih bermutu bagi murid2 kita. seharusnya pemerintah tidak hanya melihat hasil akhirnya saja, tetapi juga harus memperhatikan proses untuk menuju hasilnya.. sebagai calon guru yang profesional (InsyaAlloh) marilah kita mulai dari diri sendiri sobat.. Salam Semangat ^_^
BalasHapus